Profil

SEJARAH STAINU TEMANGGUNG

 

       Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung berdiri dan beroperasi semenjak tahun 1969, atas prakarsa dan motor-penggerak utama almaghfurlah K.H. Abdul Hadi Shofwan (Ketua Tanfidziyah PC. NU Temanggung waktu itu) yang sekaligus pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren al-Huda -al-Hidayah Jampirejo Temanggung. Pada waktu itu, Perguruan tinggi ini bernama Fakultas Hukum Islam - UNNU (Universitas Nahdlatul Ulama) Jawa Tengah di Temanggung, yang pembukaannya diresmikan oleh Dekan FHI-UNNU Surakarta (K.H. Zubair), dengan disaksikan oleh H. Masjchun Sjofwan SH (Bupati Kepala Daerah Tingkat II Temanggung waktu itu), setelah melalui rangkaian persiapan panjang oleh panitia pendiri (muassis), dengan ketua K.H. Abdul Hadi Shofwan dan sekretaris K.H. Amin Wasthony, BA. FHI-UNNU Jawa Tengah di Temanggung ini kemudian diresmikan secara formal pada hari Senin, tanggal 19 Februari 1970 M, bertepatan dengan tanggal 3 Dzulhijjah 1389 H. Penggalan kata Nahdlatul Ulama di belakang nama perguruan tinggi ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi ini lahir dan beroperasi dalam naungan dan didorong oleh etos dan cita-cita organisasi induknya, yaitu Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi sosial-keagamaan yang dibidani dan dikelola oleh para Ulama' dari semenjak berdirinya hingga sekarang. Pada periode pertama ini, proses perkuliahan dilaksanakan di Kompleks Pondok pesantren al-Huda Jampirejo yang sekarang berada di bawah asuhan para putra pendirinya.       Pada masa-masa pendirian dan saat-saat periode pertama operasional atau bisa disebut sebagai Periode Penyemaian dan Pertumbuhan bagi perguruan tinggi ini, K.H. Abdul Hadi Shofwan dibantu dengan gigih, penuh semangat pengabdian dan ketulusan hati dan jauh dari pamrih selain ridla Allah dalam rangka li i'la'kalimah Allah oleh orang-orang yang memiliki ide dan komitmen yang kurang lebih sama terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan di dan bagi kalangan Nahdliyyin di Temanggung, baik dari kalangan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Temanggung, tokoh masyarakat setempat, maupun para pakar dan praktisi pendidikan tinggi dari luar Temanggung. Pada tahun 1970, Fakultas Hukum Islam (Kulliyyat al-Qadla) UNNU Jawa Tengah di Temanggung memperoleh status Terdaftar berdasar Surat Keputusan Direktur Direktorat Perguruan Tinggi Agama pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, dengan nomor Dd/I/PTA/3/118/1548/1970, tanggal 24 November 1970. Dua belas tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1982, FHI-UNNU Temanggung memperoleh status Diakui berdasar Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 27 taun 1982, tanggal 16 Maret 1982.       Semenjak berdirinya, FHI-UNNU Temanggung berada di bawah bimbingan dan kepemimpinan K.H. Abdul Hadi Shofwan sebagai Dekan, hingga beliau wafat pada tanggal 23 Sya'ban 1408 H/1987 M. Setelah K.H. Abdul Hadi Shofwan wafat, FHI UNNU Temanggung dipimpin oleh Drs. Hasyim Affandi (Wakil Dekan II waktu itu) yang karena kesibukan beliau sebagai pejabat negara di luar Temanggung hanya menjalankan kepemimpinannya selama periode Tahun Akademik 1987/1988 sampai dengan 1988/1989. Paska kepemimpinan Drs. Hasyim Affandi, kepemimpinan FHI-UNNU Temanggung berubah menjadi Sekolah TInggi Ilmu Syari'ah (STISNU) Temanggung, dengan status Terdaftar berdasar SK No. 219 tahun 1988 dari Depag Pusat untuk jenjang S-1.       Pada tahun 1994, berdasar hasil musyawarah antara Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Temanggung dengan pihak keluarga pendiri (diwakili oleh Ibu Hj. Siti Dzalfah, isteri K.H. Abdul Hadi Sofwan), dan atas ijin Bupati Kepala Daerah Tingkat II Temanggung waktu itu, Drs. H. Sardjono, SH, CN, proses perkuliahan dilaksanakan di gedung SD Negeri Temanggung II No. 03, yang kemudian disebut sebagai Kampus II STAINU Temanggung. Ijin penggunaan gedung SD Negeri Temanggung II No. 03 sebagai kampus STAINU Tersebut adalah untuk masa waktu yang tidak ditetapkan batasnya. Drs. H. Sardjono SH., CN, sebagai Bupati Temanggung waktu itu atas permintaan K.H. Cholil Asy'ari (Rois Syuriah NU Cabang Temanggung masa itu) juga mengijinkan (dengan Surat Keputusan Nomor: 421.4/01407, tanggal 26 Juli 1994) salah seorang bawahannya di bidang pendidikan, yaitu Drs. H. Moch. Muchji MM (Kepala Dina Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu) untuk memimpin dan mengelola perguruan tinggi yang didirikan dan berada di bawah naungan organisasi NU ini. Semenjak pindah ke Kampus II, Jl. Dr. Wahidin 2A, perguruan tinggi ini berubah menjadi STAINU (Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama), dengan menyelenggarakan dua Program studi, yaitu Program Studi Peradilan Agama yang sejak Tahun Akademik 1998/1999 menjadi Program Studi al-Ahwal al-Shakhsiyyah (Hukum Perdata Islam), Fakultsa Syari'ah, dan Program Suti Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah. Semenjak tahun 1994 itu, yang menandai dimulainya Periode Kedua atau Periode Perkembangan bagi perjalanannya, STAINU Temanggung mulai mempertegas eksistensinya di Temanggung, dengan jumlah mahasiswa yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.       Guna menjamin kelancaran, efektivitas, dan efisiensi serta kemandirian pengelolaan perguruan tinggi ini, pada tahun 1998, Pengurus cabang Nahdlatul Ulama Temanggung kemudian membentuk dan mendirikan lembaga atau badan otonom dalam bentuk Yayasan dengan tugas utama mengelola dan mengembangkan STAINU Temanggung ke depan sehingga menjadi sebuah universitas yang handal dan terpercaya dengan nama Universitas Islam Nahdlatul Ulama yang disingkat UNISNU. Yayasan ini bernama Badan Pengelola Yayasan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat BP-YAPTINU, dengan Ketua Harian dipegang oleh Drs. H. Mochtar Rosyadi M. Noor. Pada tahun 2001, Pengurus BP-YAPTINU di bwah kepemimpinan Drs. H. Mochtar Rosyadi M. Noor ini dinyatakan demisioner dan terbentuk kepengurusan baru di bawah kepemimpinan Drs. H. Datun Harijadi untuk masa bhakti 2001-2006, berdasar hasil rapat gabungan antara PC. NU Temanggung, unsur keluarga pendiri, dan pengurus BP-YAPYINU masa bhakti sebelumnya pada tanggal 21 Juni 2001 di rumah almaghfurlah K.H. Masyhuri A. Dimyatie (Rois Syuriah waktu itu). Pada tahun 2006, setelah kepengurusan BP-YAPTINU 2001-2006 dinyatakan demisioner, dan berdasar rapat gabungan secara maraton antara PC. NU dan pengurus periode sebelumnya, maka kemudian terbentuk kepengurusan YAPTINU masa bhati 2006-2011 di bawah kepemimpinan Ketua Harian Drs. H. Umbarno Hasimum MM yang, karena kesibukan dinas, setelah setahun menjabat, kemudian mengundurkan diri dan digantikan oleh Herie Kusworo SH,. Berbeda dnegan kepengurusan sebelumnya, di atas organ Pengurus Harian terdapat dua organ struktural-vertikal, yaitu Dewan Pnegawas dan Dewan Pembina/Penasihat, Ketiga organ dalam tubuh YAPTINU periode 2006-2011 ini berada di bawah garis struktural dan komando langsung dari PC. NU Temanggung. Dengan kata lain, pengurus YAPTINU ini, sesuai dengan AD/ART yang disepakati bersama, bertanggungjawab langsung kepada PCNU Temanggung.       Eksistensi Perguruan Tinggi Islam yang berada di bawah arahan dan dorongan para Ulama NU di Temanggung ini semakin kuat ketika pada tahun 1999, kedua Program Studi yang disebutkan di atas mendapat Status Diakui dari Dirjen Binbaga Islam dengan SK. Nomor E/28/1999 dan Nomor E/42/1999. Status diakui ini kemudian mendapat pembaharuan dari Dirjen Binbaga Islam Nomor DJ.II/262/2002. Pada tahun 1999 itu juga STAINU Temanggung membuka program baru untuk jenjang Diploma Dua (D-2), dengan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Islam/Madrasah Ibtidaiyyah (PGSDI/MI) dan Program Studi Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak Islam (PGTKI). Dengan dibukanya dua program studi baru tersebut, jumlah mahasiswa semakin meningkat dengan angka pertumbuhan yang sangat menyolok dari tahun ke tahun.       Tahun 1999 merupakan turning-point menuju independensi dan kontinuitas pembelajaran bagi STAINU Temanggung di bawah kepemimpinan Drs. H. Moch. Muchi MM, dengan terselesaikannya pembangunan gedung baru yang kemudian disebut dengan Kampus III yang berlokasi di Jl. Suwandi-Suwardi (belakang terminal), Temanggung. Semenjak tahun itu, sebagian besar proses perkuliahan dilaksanakan di Kampus III tersebut, disamping juga dilaksanakan di Kampus II atau lebih terkenal dengan nama Kampus Prapanca, Jl. Dr. Wahidin 2A Temanggung. Pada Tahun Akademik 2002/2003 ruang kuliah, baik di Kampus II Maupun di Kampus III nyaris tidak mampu menampung jumlah kelas dan mahaiswa yang ada dan, karenanya, di awal masa jabatan ketiga Drs. H. Moch. Muchji MM sebagai Ketua, STAINU Temanggung mulai membangun satu unit gedung baru di Kampus III (Peletakan Batu Pertama dilakukan oleh Drs. H. Sardjono SH,. CN, Bupati Temanggung, pada tanggal 5 April 2003). Unit Gedung baru berlantai dua dengan kapasitas dua belas lokal ini mulai digunakan sebagai ruang kuliah semenjak Tahun Akademik 2004/2005. Semenjak Tahun Akademik 2004/2005 tersebut, seluruh proses perkuliahan dan kegiatan perguruan tinggi dilaksanakan di Kampus III yang dalam jangka panjang direncanakan menjadi Kampus Induk dan Terpadu bagi UNISNU Temanggung. Gedung Rektorat, Kantor Administrasi, dan Perpustakaan juga menyatu di Kompleks Kampus Induk ini.       Tahun Akademik 2002/2003 juga mencatat perkembangan dan pengembangan dalam bidang operasional dan bidang akademik. pada Tahun Akademik 2002/2003, perguruan tinggi ini menambah satu Program Studi untuk jenjang DIploma II (D-2), yaitu Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam (PGPAI), di samping membuka cabang di Candiroto untuk Program Studi PGSDI/MI. Dua tahun sebelumnya, yakni Tahun Akademik 2000/2001, STAINU Temanggung juga membua cabang di Borobudur, Magelang, untuk program Studi PGSDI/MI dan PGTKI. Dalam bidang Akademik dan proses pembelajaran, Tahun Akademik 2002/2003 juga ditandai oleh mulai diterapkannya sistem perkuliahan yang baku berdasarkan SKS dengan segala persyaratan dan kebijakan yang menyertainya. Tahun Akademik 2001/2002, STAINU Temanggung mulai mendiversifikasi orientasi di bidang Akademik dengan membuka program studi non-agama melalui kerjasama dengan perguruan tinggi lain. Selama dua tahun berturut-turut, yaitu pada Tahun Akademik 2001/2002 dan 2002/2003, STAINU Temanggung, bekerjasama dengan Universitas Wahid Hasyim Semarang, membuka pendaftaran bagi calon Mahasiswa untuk Fakultas Ekonomi, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. pada penghujung Tahun Akademik 2002/2003, STAINU Temanggung berencana membuka program studi baru dalam lingkup Fakultas Syari'ah, yaitu Program Studi Perbankan Syari'ah untuk jenjang Diploma III (D-3), namun karena kendala tertentu hingga sekarang belum terealisir.       Kerjasama dengan perguruan tinggi lain pada Tahun Akademik 2003/2004 jug apernah direncanakan dengan Universitas Negeri Semarang (UNNES) untuk membuka Program Studi Kependidikan untuk Jenjang Strata 1 (S-1), di samping dengan Depkes untuk membuka Program Studi Kebidanan untuk Jenjang Diploma Tiga (D-3). Kendala yang sama membuat kerjasama ini juga belum terealisir hingga sekarang. Pada Tahun Akademik 2002/2003, STAINU Temanggung mengadakan kerjasama dengan STIKUBANK Semarang dan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung dengan membuka Program Studi Manajemen untuk Jenjang S-2. Kerjasama yang sama dilakukan dengan UII Yogyakarta semenjak Tahun Akademik 2004/2005 dengan membuka Program Pasca Sarjana dengan Konsentrasi Pendidikan Agama Islam. Pada tahun yang sama, STAINU Temanggung juga membuka kerjasama dengan CIC, dengan membuka PRogram Pendidikan Pelayaran. Satu tahun sebelumnya, yakni semenjak Tahun Akademik 2003/2004, STAINU Temanggung bekerjasama dengan STIK Semarang membuka Program Studi Ilmu Komunikasi untuk jenjang Strata 1 (S-1) hingga tahun Akademik 2005/2006. Melengkapi kerjasama dengan lembaga lain, pada awal tahun 2005 STAINU Temanggung juga menjalin kerjasama dengan pihak manajemen Radio Kranggan Persada membuka siaran Radio Kranggan Persada di STAINU Temanggung, Karena kendala pembiayaan yang cukup berat, radio ini berhenti beroperasi pada tahun 2006. Pada Tahun Akademik 2004/2005 STAINU Temanggung bekerjasama dengan lembaga lain membuka Program Studi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer untuk jenjang D-1 dan D-III. Pada Tahun Akademik 2005/2006, di lingkungan Fakultas Tarbiyah, mulai dibuka dan diselenggarakan Program Akta IV Pendidikan Agama Islam.        Upaya mendiversifikasi dan memperbanyak program studi, baikprogram studi agama maupun non-agama, dilakukan dengan pijakan berfikir dan kesadaran bahwa untuk memasuki era globalisasi dan otonomi daerah dengan struktur dan potensi masyarakat madani yang kuat diperlukan tenaga-tenaga profesional yang berkualitas tinggi dan senantiasa menjunjung tinggi moralitas dan budaya luhur yang didasari oleh pemahaman keagamaan yang kuat, mendalam, dan luas sebagai bagian integral dari upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional.       Atas dasar pemikiran di atas, STAINU Temanggung diharapkan bisa menjadi alternatif yang tepat untuk membekali mahasiswanya dalam mengantisipasi perubahan dan kemajuan jaman yang ditandai oleh proliferasi dan akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan diimbangi pemahaman dan penghayatan terhadap agama dan sikap keberagaman yang mendalam dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat li al-'alamin.       dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran dan kelembagaan, pada bulan Maret 2008 dua Program Studi Strata Satu yang diselenggarakannya, yaitu Prodi Ahwal al-Syakhshiyyah (Jurusan Syari'ah) dan Prodi Pendidikan Agama Islam (Jurusan Tarbiyah) mengajukan permohonan Akreditasi kepada Badan Akreditasi Nasional Perguruan TInggi (BAN-PT) Depdiknas RI. Pada tanggal 15 Mei 2008 Prodi Pendidikan Agama Islam (Jurusan Tarbiyah) mendapat visitasi (uji lapang) oleh dua orang asesor dari BAN-PT, dan pada tanggal 19 Mei 2008 Prodi Ahwal al-Syakhshiyyah (Jurusan Syari'ah) juga divisitasi oleh dua orang asesor dari BAN-PT juga. Pada akhirnya, pada pertengahan bulan Juli 2008, Prodi Pendidikan Agama Islam (Jurusan Tarbiyah) mendapat status TERAKREDITASI dari BAN-PT Depdiknas RI dengan SK. Nomor 030/BAN-PT/Ak-XI/S1/VI/2008. Sedangkan Prodi Ahwal al-Syakhshiyyah (Jurusan Syari'ah) mendapat status TERAKREDITASI pada bulan Januari 2009, dengan SK. Nomor 035/BAN-PT/Ak-XI/S1/1/2009.       Dengan diperolehnya status TERAKREDITASI  bagi kedua program studi ini membuat kepercayaan masyarakat dan lembaga lain terhadap kredibilitas STAINU Temanggung menjadi meningkat. Salah satu bukti kepercayaan ini terwujud dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Temanggung dan Dina Pendidikan Kabupaten Temanggung, masing-masing mulai tahun akademik 2007/2008 dan 2008/2009. Dalam MoU tersebut, kedua departemen tersebut mengirimkan para guru agama dibawah kewenangan masing-masing untuk melanjutkan kuliah Strata Satu (S-1) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Jurusan Tarbiyah. Jurusan
Mpi.

 

ARTI LAMBANG LOGO GRIP LPM STAINU TEMANGGUNG

Arti Lambang

  1.  Segi Lima melambangkan Pacasila
  2. Warna hijau melambangkan kesuburan
  3. Warna putih pada tulisan melambang kesucian dan kebersihan dalam berpikir
  4. Warna kuning melambangkan hikmah yang tinggi 
  5. Warna Biru dan Bola dunia melambangkan pemikiran yang luas dan mendalam
  6. Buku melambangkan buku adalah matarinya ilmu
  7. Bolpen melambangkan gerakan yang berlaku yaitu Jurnalistik
  8. Bintang jengan jumlah 9 melambang arti 9 wali atau panitia 9 
  9. “GRIP” dari singkatan GERAKAN RASIONALISASI INTELEKTUAL PERUBAHAN

LPM singkatan dari Lembaga Pers Mahasiswa yang merupakan kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada bidang kejurnalistikan, sebeum kita melangkah lebih dalam lagi tengtang LPM dan kerjunalistikan, kita simak dulu Sejar Lembaga Pers di Indonesia.  

Sejarah LPM ( Lembaga Pers Mahasiswa ) di Indonesia


There are only two things that can be lightening the world. The sun light in the sky and the press in the earth. (Mark Twain)

 

Sebenarnya kalau kita resapi ungkapan Mark Twain diatas, tidaklah berlebihan adanya. Bahwa hanya ada dua hal yang bisa membuat terang bumi ini, yakni sinar matahari dilangit dan pers yang tumbuh berkembang di bumi ini. Pers sendiri memang tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan macam ragam informasi yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani peradabannya. Mulai dari persoalan corak warna hidup sampai hal yang detail sekalipun tentang sebuah eksistensi kehidupan.

Dalam peradaban manusia, Pers sangat dikenal mempunyai fungsi yang essential. Mulai dari education function (fungsi pendidikan) , Information (sumber informasi), entertainment (hiburan) dan social control (fungsi kontrol sosial). Sehingga wajar kalau kita melihat pers menjadi suatu kebutuhan dan menyebabkan “momok” bagi negara yang menerapkan sistem outhoritarian. Pers menjadi kekuatan maha dahsyat yang dapat menggerakkan siapa saja untuk berbuat seperti yang kita kehendaki atau sekedar mempengaruhi/menciptakan public opinion (komunikasi massa). Dan, pers sendiri terlanjur menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apalagi, dinegara Indonesia, negara yang nota bene masih muda, yang memerlukan banyak perbaikan sistem di semua lini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju suatu kesempurnaan tatanan hidup. Pers sangat dibutuhkan sekali peranannya dalam mengisi nuansa-nuansa yang tidak terjamah oleh “institusi” lainnya, baik yang bersifat informasi tempat sharing penemuan ide-ide cemerlang tentang sebuah kemapanan dari sebuah arti negara, atau berposisi sebagai kontrol sosial terhadap segala kebijakan yang diambil dan diterapkan oleh pemerintah.

Pers sendiripun sudah menjadi sebuah legenda sebagai sebuah sejarah yang kemudian melahirkan mitos, mulai dari para tokohnya dan peran serta aktivitasnya. Diakui atau pun tidak, kita pasti melihat ruang dan waktu, yang telah memberi tempat untuk berpikir dalam aktivitas kita sehari-hari. 

PERS MAHASISWA

Sebelum kita melangkah terlalu jauh dalam bahasan-bahasan menarik tentang Pers secara luas, saya tertarik untuk mengambil inisiatif kata sepakat, mengerucutkan bahasan kita kali ini yaitu tentang Pers mahasiswa.

Kalau kita cerrmati, pers mahasiswa mengandung dua unsur kata yakni pers dan mahasiswa (lexical meaning). Pers berarti segala macam media komunikasi yang ada. Meliputi media Buku, majalah, koran, buletin, radio ataupun telivisi serta kantor berita. Dan, Pers itu sendiri identik dengan news (berita). Maka, tidak terlanjur salah apabila kita mengatakan bahwa NEWS berkaitan dengan North, East, West dan South, yang artinya suatu kabar atau berita dan informasi yang datangnya dari empat arah penjuru mata angin (berbagai tempat). Oleh karena itu, Pers/News harus mengandung suatu unsur publishita (tersebar luas dan terbuka), aktualita (hangat dan baru) dan periodesita (mengenal jenjang waktu contohnya : harian mingguan atau bulanan).

Mahasiswa sendiri mempunyai definisi bahwa kalangan muda yang berumur antara 19 – 28 tahun yang memang dalam usia itu manusia mengalami suatu peralihan dari remaja ke fase dewasa. Pada fase peralihan itu secara Psikologis Aristoteles mengatakan kaula muda mengalami suatu minat terhadap dirinya, minat terhadap sesuatu yang berbeda atas lingkungan dan realitas kesadaran akan dirinya. Disamping itu Mahasiswa adalah suatu kelompok elit marjinal dalam lingkungan suatu dilema. Seperti yang dikatakan oleh Frank. A . Pinner dalam salah satu ungkapannya yaitu “marginal elites, of which students are one species, are cought in a dilemma, between elitist and populist attitude. They are impelled to protect their distinctiveness and privilege while at the sime time documenting their concern for the common man and he community or policy as a whole their own position or the integrity of society appears to be threated” ).

Sosok Mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis dan rasional. Disamping itu, Mahasiswa merupakan suatu kelompok masyarakat pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi, tata nilai kepemudaan dan disiplin ilmu yang jelas sehingga hal ini menyebabkan keberanian dalam mereleksikan kenyataan hidup di masyarakat. Dan tata nilai itulah yang juga menyebabkan radikal, kritis, dan emosional dan secara perlahan menuju suatu peradaban/kultur baru yang signifikan dengan hal-hal yang bernuansa aktif, dinamis dan senang pada perubahan. sehingga dari dasar inilah, kawan-kawan bisa melihat ciri khas mahasiswa sebagai pengelola pers mahasiswa berbeda dengan pers umum. 

PERS MAHASISWA DITINJAU DARI KAJIAN HISTORIS

Jika kita percaya terhadap ‘mahluk’ yang bernama sejarah, kemudiaan kita claim sebagai gerak dialektis antara kondisi subyektif pelaku dan kondisi obyektif dimana mereka berada, kawan-kawan akan melihat dinamika Gerakan Mahasiswa sepanjang waktu tidak lepas dari pengaruh para aktivis Pers mahasiswa. Karena kita percayai disini, Pers mahasiswa adalah suatu alat perjuangan bagi kaum aktivis gerakan mahasiswa, corong kekuatan dalam menyalurkan aspirasi kritis seorang tunas bangsa, dan kita akan melihat hubungan diantara keduannya sangat erat. Supaya lebih jelasnya saya akan mecoba menemani kawan-kawan untuk mencoba melihat sejarah Pers Mahasiswa yang berada “dibelakang” kita.

Pers Mahasiswa Indonesia Jaman Kemerdekaan Jaman Kolonial Belanda (1914-1941)

Pers mahasiswa lahir se-mainstream dengan munculnya gerakan kebangkitan Nasional yang di tulangpunggungi oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pers Mahasiswa waktu itu menjadi alat untuk menyebarkan ide-ide perubahan yang menitik beratkan pada kesadaran rakyat akan pentingnya arti sebuah kemerdekaan. Dalam era ini bermunculan Hindia Putra (1908), Jong Java (1914), Oesaha pemoeda (1923) dan Soeara Indonesia Moeda (1938) yang secara gigih dan konsekuen atas keberpihakannya yang jelas pada perjuangan kemerdekaan.

Dalam era ini Nugroho NotoSusanto mengungkapkan bahwa Pers Mahasiswa Indonesia sesungguhnya mulai timbul dari zaman kolonial Belanda. Akan tetapi, Pers Mahasiswa dalam kurun waktu ini dipandang kurang terdapat suatu pergerakan Pers mahasiswa yang sedikit banyak profesional. Dan baru sesudah era kemerdekaan Pers Mahasiswa memulai kiprahnya ke arah profesional.

 1. Jaman Pendudukan Jepang

Dalam era ini, tidak terlalu banyak tercatat kemajuan berarti karena masa ini para mahasiswa dan pemuda sibuk dalam perjuangan politik untuk kemerdekaan Indonesia. 

2. Jaman Setelah Kemerdekaan

Pada jaman ini sedikit banyak Pers Mahasiswa mengalami suatu kemajuan artinya peluang untuk membentuk lermbaga-lembaga Pers Mahasiswa semakin terbuka lebar terutama buat para Mahasiswa dan Pemuda.

3. Jaman Demokrasi Liberal

Dari tahun 1945-1948, belum banyak Pers Mahasiswa yang lahir secara terbuka karena para Mahasiswa dan Pemuda terlibat secara fisik dalam usaha membangun bentuk Republik Indonesia. Penulis mencatat pada era Majalah IDEA yang diterbitkan oleh PMIB yang kemudian berganti PMB pada tahun 1948. Setelah Tahun 1950 barulah Pers Mahasiswa Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Kemudian komunitas Pers Mahasiswa Indonesia mengalami salah satu puncaknya di era ini.

Jumlah Pers Mahasiswa meningkat secara pesat diiringi dengana segala dinamika-dinamika yang ada. Kemudian muncul suatu hasrat dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari sisi redaksional maupun sisi perusahaan. Dan, atas inisiatif Majalah Gama, diadakan konferensi I bagi Pers Mahasiwa Indonesia. Konferensi menghasilkan dua organisasi yaitu Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI yang ketuanya T Yacob) dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI yang ketuanya adalah Nugroho Notosusanto).

Dalam era ini, opini Pers Mahasiswa dalam hal kematangannya tidak kalah dengan Pers Umum. Bahkan, era in dianggap keemasan Pers Mahasiswa Indonesia yang kemudian mengikuti Konperensi Pers Mahasiswa Asia yang diikuti oleh negara Australia, ceylon, Hongkong, India, Indonesia, Jepang, New zealand, pakistan dan Philipina. Kemudian Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia mengadakan kerjasama dengan Student Informatin of Japan dan college editors Guild of the Philipphines (perjanjian segi tiga).

Kemudian Tanggal 16-19 Juli 1958 dilaksanakan konperensi Pers Mahasiswa ke II yang menghasilkan peleburan IWMI dan SPMI menjadi IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) karena anggapan perbedaan antara kegiatan perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan kewartawanan sulit dibedakan dan dipisahkan.

4. Jaman Demokrasi Terpimpin (1959-1966)

Dalam sistem politik terpimpin ini, pemerintah melakukan kontrol ketat terhadap kehidupan Pers. Bagi media Pers yang tidak mencantuman MANIPOL USDEK dalam AD/ART (anggaran dasar dan anggaran rumah tannga) nya akan mengalami pemberangusan. Artinya Pers kala itu harus jelas menyuarakan aspirasi partai politik tertentu.

Setelah pemberlakuan peraturan Presiden Soekarno tentang MANIPOL USDEK, IPMI sebagai lembaga yang Independen mengalami krisis eksistensi karena dalam tubuh IPMI sendiri terdapat kalangan yang menginginkan tetap independen, menyuarakan aspirasi rakyat dan ada yang mengarah ke pola partisan (memihak parpol/kelompok tertentu). Akhinya pada saat itu, banyak Lembaga Pers mahasiswa yang mengalami kemunduran dan kematian, akibat pukulan politik ekonomi ataupun dinamika kebangsaan yang berkembang saaat itu.

5. Jaman Orde Baru

Setelah peristiwa G.30.S/PKI IPMI sebagai Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia terlibat penuh dalam usaha pelenyapan Demokrasi Terpimpin dan akhirnya melahirkan Aliansi Segitiga (Aktivis Pers Mahasiswa, Militer dan Teknokrat) untuk menghancurkan kondisi yang membelenggu bangsa dalam Outhoritarian. Pada awal era ini, Pers Mahasiswa kembali ke lembaganya yakni IPMI. Lembaga Pers Mahasiswa se Indonesia ini beorientasi jelas memaparkan kejelekan Demokrasi Terpimpin melibatkan diri dalam kegiatan politik dengan menjadi Biro Penerangan dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Di era ini tebit harian KAMI yang terkemuka yaitu Mahasiswa Indonesia (Jabar), Mimbar Demokrasi (Bandung) dan keduanya adalah penebitan resmi IPMI.

Ternyata kehidupan Liberal yang dijanjikan oleh para “penguasa” sesudah era Demokrasi Terpimpin dirasakan ternyata hanya sementara saja. Dan format baru politik Indonesia di mulai dengan diadakan PEMILU, perlahan namun pasti Orde Baru beralih menjadi otoriter. Dengan dipengaruhi keputusan format baru perpolitikan Indonesia bahwa kegiatan politrik diatur oleh pemerintah dan ditambah kebijaksanaan bagi aktivitas dunia kemahasiswaan harus melakukan back to campus. Hal di atas itulah yang mermbuat IPMI mengalami krisis identitas. Hal ini terlihat ketika Harian KAMI, penerbitan IPMI yang ada di luar kampus terpaksa dilepas dan akhirnya menjadi Pers Umum. Hal ini dikarenakan oleh iklim perpolitikan yang dikembangkan saat itu dan ditopang oleh kebijakan pemerintah yang memaksa anggota IPMI adalah murni mahasiswa yang beraktifitas di dalam kampus. Kemudian adanya kebijaksanaan Pemerintah tentang penyerdehanaan partai Tahun 1975, dilanjutkan dengan disetujuinya keputusan pemerintah oleh sebagian anggota IPMI bahwa Pers Mahasiswa harus kembali ke kampus maka dalam Kongres III pada tahun akhirnya IPMI dipaksa untuk back to campus. Terpaksa kemunduran pun terjadi lagi dalam tubuh IPMI, perlahan-lahan Media-media pers mahasiswa yang ada di luar kampus banyak yang berguguran.

Sejalan dengan new format kondisi perpolitikan indonesia yang mengharuskan Semua Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia harus back to campus dan kemudian direspon kembali oleh IPMI dengan mencoba berbenah diri, kemudian melakukan kongresnya yang ke IV pada bulan Maret 1976 di Medan. Dalam kongres itu, IPMI belum mampu keluar dari permasalahan hidup antara di luar atau di dalam kampus. Akhirnya, IPMI gagal dalam mencari Eksistensinya, tidak menghasilkan AD/ART baru ditambah IPMI banyak ditinggalkan oleh LPM anggota yang memang pada saat itu terlalu enjoy mengurusi urusan di dalam kampus masing-masing sehingga lupa kewajiban organisasi skala nasional yang dulu pernah dibentuk bersama..

Pada sekitar awal tahun 1978, Media Umum banyak yang di breidel sebagai cermin ketakutan penguasa waktu itu dengan institusi pers, sebagai contoh KOMPAS, SINAR HARAPAN, MERDEKA, INDONESIA TIMES dan masih banyak lagi yang lainnya. Akibatnya, “dunia” pers yang kosong diisi oleh Pers Mahasiswa Indonesia tentunya dengan pemberitaan khas sebagai cerminan Pers Mahasiswa yaitu kritis, berani dan keras. Era ini, oplah Surat Kabar Mahasiswa mencapai puncaknya. Namun, Pers Mahasiswa yang dikatakan oleh Daniel Dakidae sebagai cagar alam kebebasan pers akhirnya juga di breidel karena kekritisan dan keberanian menyuarakan kenyataan di masyatrakat. Dilanjutkan dengan kebijaksanaan NKK/BKK yang memaksa kekuatan Pers Mahasiswa untuk masuk dalam kampus, kemudian hampir semua media Pers Mahasiswa Indonesia di “matikan”. Inilah pertama kali dalam sejarah Pers Indonesia semua Pers mahasiswa Indonesia di breidel.

Selain membumihanguskan semua Lembaga pers Mahasiswa, pemerintah masih kurang terima karena masih ada IPMI yang masih bercokol dalam skala nasional. Untuk itu, pemerintah lebih mengoptimalisasi BKSPMI (Badan Kerjasama Pers Mahasiswa Indonesia) yang dibentuk 1969 sebagai tandingan IPMI. Ditambah lagi aksi penguasa yang menghabisi semua Gerakan Mahasiswa Anti Suharto yang nota bene sebagai “Underbow” IPMI Kemudian dilanjutkan peristiwa MALARI (Mala Petaka Limabelas Januari) yang sangat tragis pada tahun 1974 dan diberlakukannya NKK/BKK yang mengurung ruang gerak Aktivis Pers Mahasiswa dalam kampus pada Tahun 1978. Dengan kenyataan diatas Pers Mahasiswa (IPMI) menjadi tidak bebas merefleksikan secara tuntas kenyataan hidup dalam masyarakat kemudian menginjak padam pada menjelang pertengahan Tahun 1982.

Era 90-an

Menelusuri akar pertumbuhan dan perkembangan gerakan pers mahasiswa di Indonesia terutama kebangkitannya di era 90-an, telah banyak catatan-catatan penting yang ditinggalkan, yang selama ini perlu dikumpulkan kembali dari tempatnya yang “tersembunyi” dan barangkali belum pernah kita tengok kembali, yang memungkinkan dari catatan tersebut tersirat sebuah semangat tentang perjuangan meraih tujuan bersama, yang pernah didengungkan dalam masa-masa.

Kemunculan Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada dekade 90-an ini di tahun 1992-1993 (1995 pada kongres II-nya, istilah penerbitan digantikan pers), mempunyai makna historis tersendiri dalam upaya pembentukan jaringan gerakan pers mahasiswa di Indonesia. Walau tak dapat dipungkiri, peran dan transformasi format gerakan pers mahasiswa selama berjalannya kinerja organisasi ini seringkali dirasakan menemui kendala dan tantangan yang tidak ringan untuk dihadapi. Selain persoalan secara geografis, dan persoalan dimensi politis berhadapan dengan penguasa (baik birokrasi kampus atau negara), Terlebih pula persoalan terputusnya transformasi visi dan misi PPMI dari generasi sebelumnya, juga secara de facto keberadaan PPMI masih sering dipertanyakan oleh beberapa lembaga Pers Mahasiswa di Indonesia. Dalam lembaran-lembaran catatan kali ini, penulis ingin mencoba menyajikan suatu kerangka awal dalam upaya merekontruksikan kembali keberadaan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia secara kronologis kelahiran dan pertumbuhannya dalam kontalasi gerakan pers mahasiswa di Indonesia.

Bukan Romantisme Belaka

Paska peristiwa MALARI (malapetaka lima belas januari 1974) bisa dikatakan pemerintah mulai melakukan pendekatn represif terhadap setiap aktivitas kritis kampus. Pada kelembagaan mahasiswa, melalui NKK-BKK terjadi strukturisasi. kondisi demikian menyulut aksi-aksi protes mahasiswa sepanjang tahun 1974 – 1978, yang diantaranya juga dilakukan oleh Dewan Mahasiswa. Melalui berbagai pamlet-pamlet, ataupun media mahasiswa yang diterbitkan oleh dema saat itu, kecaman-kecaman, kritik, kontrol terhadap setiap kebijakkan pembangunan di awal orde baru mulai dilancarkan. Namun lewat kebijakkan berikutnya, penguasa orde baru dengan aliansi militer dan sipilnya telah sedemikian rupa contohnya melalui surat yang diturunkan oleh Pangkopkamtib ketika itu (1978), Dema sebagai salah satu kekuatan lembaga mahasiswa saat itu kemudian dibubarkan, menyusul kemudian de-ormasisasi kelembagaan mahasiswa baik ditingkat intra kampus maupu ekstra kampus melalui KNPI-nya, maka praktis aktivitas mahasiswa dibugkam satu-persatu.

Dan di sisi lain pers mahasiswa yang telah lama juga menjadi salah satu alat perjuangan mahasiswa meneriakkan aspirasi dan memainkan peran kontrol sosialnya juga dibungkam. IPMI ( Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia, berdiri tahun 1955) yang menjadi satu-satunya wadah nasional pers mahasiswa Indonesia dan sempat menjadi salahsatu motor gerakan mahasiswa juga secara perlahan mulai dimatikan. Hingga eksistensi organisasi ini akhirnya mulai padam menjelang pertengahan tahun 1982. Praktis beberapa elemen kekuatan mahasiswa yang diantaranya termasuk pers mahasiswa mengalami kelesuan dan kemandegan.

Di awal era menjelang tahun 90-an, munculnya kelompok studi dan forum -forum diskusi mahasiswa ataupun lembaga swadaya kemasyarakatan (LSM) baik yang didirikan oleh para aktivis mahasiswa ataupun pemuda yang prihatin terhadap kondisi lingkungan, mulai menjamur di berbagai daerah – sebagai sebuah solusi terhadap kebekuan aktivitas kritis kampus ataupun aktivitas peduli lainya. Mahasiswa mulai mendefinsikan kembali peranannya untuk menghayati setiap persoalan-persoalan kemasyarakatan dan fenomena politik yang terus berkembang seiring dengan menguatnya konsolidasi orde baru.

Demikian pula yang terjadi dalam aktivitas pers mahasiswa. Aktivitas-aktivitas penerbitan dan beberapa forum pelatihan dan pendidikan jurnalistik di tahun 1986-1989 mulai marak diadakan oleh beberapa perguruan tinggi dalam rangka menghidupkan kembali dinamika intelektual kampus. Dari sekian forum-forum pelatihan jurnalistik mahasiswa tersebut, tersirat tentang sebuah keinginan akan sebuah wadah bagi tempat sharing (tukar-menukar pengalaman) para pegiat pers mahasiswa dalam rangka untuk meningkatan mutu penerbitan mahasiswa sendiri ataupun untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pers mahasiswa. Maka mulai tahun 1986, forum-forum pertemuan para pegiat/aktivis pers mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mulai marak terjadi. Tak pelak lagi gelombang aspirasi dan akumulasi persoalan yang digagas oleh para aktivis pers mahasiswa mulai muncul dan mewarnai berbaai forum pertemuan aktivis pers mahasiswa.

Namun ada beberapa hal yang terpenting dari berbagai forum pers mahasiswa tersebut, yang sekiranya dari penelusuran data-data di bawah ini dapat menjadi catatan sebagai sebuah refleksi dan pemahaman lebih lanjut. Tetapi hal ini bukan sekedar ” romantisme belaka” yang hendak kita capai dalam penelusuran sacara historis fase-fase perkembangannya. Peranan pers mahasiswa dalam kancah pembaharuan bidang politik tentunya mempunyai dimensi sosial tersendiri. Yang terkadang terlupakan dalam arah sejarah negeri ini. Guratan visi dan misinya yang mengandung penegasan sikap mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat di negeri ini, yang secara sosial terdidik dalam lingkungan intelektual kampus, yang diharapkan mampu peka terhadap perkembangan sosial di tubuh masyarakat dan negara. Dan melalui pers mahasiswa, sebagai salah satu media perjuangan mahasiswa menyampaikan suara dan nuraninya, kepekaan sosial mampu ditumbuhkan dan simultan dengan fenomena yang terjadi di negeri ini.

Di awal bagian pengantar disebutkan bahwa mulai tahun 1980- 90an, aktivitas – aktivitas mahasiswa mulai marak dengann ditandai munculnya berbagai kelompok Studi, lembaga swadaya masyarakat ataupun aktivitas-aktivitas lainnya. Begitupun yang terjadi dalam perkembangan pers mahasiswa di tanah air. Maraknya penerbitan mahasiswa mulai muncul di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Semenjak kebekuan IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) di tahun 1982, praktis aktivitas penerbitan mahasiswa tidak banyak muncul. Namun kegiatan-kegiatn off print seperti halnya pelatihan dan pendidikan jurnalistik mahasiswa ataupun diskusi masih bisa dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi. Momentumnya adalah menjelang tahun 1986 aktivitas-aktivitas ini mulai marak dilakukan dengan skala yang lebih luas, mempertemukan pegiat-pegiat pers mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Sebagai sebuah akumulasi persoalan-persoalan yang dibahas dan dipecahkan oleh para pegiat pers mahasiswa yang sering bertemu dalam forum-forum tersebut, tercetus keinginan untuk kembali mengkonsolidasikan potensi kekuatan pers mahasiswa di berbagai daerah dalam mendorong bangkitnya aktivitas pers mahasiswa, serta mendefinisikan dan mengaskn kembali peranan yang harus dipegang pers mahasiswa dalam menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi kontekstual dengan fenomena sosial yang berkembang.

Dari berbagai sumber yang sempat dilansir dan disarikan dari beberapa media mahasiswa, tersirat keinginan dari sekian pegiat pers mahasiswa saat itu tentang terbentuknya sebuah wadah di tingkat nasional yang diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi pers mahasiswa. Secara kronologis fase-fase konsolidasi pers mahasiswa Indonesia dalam rangka menggalang komitmen dan mendorong upaya jaringan komunikasi dann sosialisasi pers mahasiswa bisa dicermati dari tulisan di bawah ini : 

Dari Pers Mahasiswa Menuju PPMI

Setelah “Vacum” akibat pembredelan sebagai buntut peristiwa Malari, 15 Januari 1974 dan strukturisasi kelembagaan mahasiswa di bergbagi perguruan tinggi melalui NKK/BKK. Pers mahasiswa (persma) pasca 1980-an kembali. Ditandai dengan terbitnya berbagai media mahasiswa misalnya, Balairung – UGM – 1985, Solidaritas Universitas Nasional Jakarta – 1986, Sketsa Universitas Jenderal Soedirman 1988, Pendapa Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa 1988, Akademika Universitas Udayana 1983- dan lain-lainya, usaha-usah unutk menata kembali jaringan komunikasi dann penggalangan komitmenn pers mahasiswa mulai dirintis.  

Usaha-usaha itu meliputi :

Pendidikan Pers Mahasiswa Se Indonesia : tanggal 27 – 29 Agustus 1987 diselenggarakan oleh majalah Balairung, tercetus ide untuk kembali mewujudkan wadah pers mahasiswa. Juga terbentuk poros Yogya – Jakarta sebagai koordinator menuju kongres yang dimandatkan kepada Rizal Pahlevi Nasution (Universitas Moestopa) Abdulhamid Dipopramono (UGM)

Pertemuan dengan mantan aktivis IPMI/Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (Diantaranya Adi Sasono, Makmur Makka, Wikrama Abidin, Ina Mariani, Masmiar Mangiang, Razak Manan) tanggal 19-22 September 1987 di Jakarta. Hasil dari pertemuann ini dibentuk panitia ad-hoc konsolidasi pers mahasiswa yang terdiri dari : Rizal Pahlevi Nasution, Imran Zein Rollas, M.Imam Aziz, dan Abdulhamid Dipopramono. Disepakati untuk melakukan sosialisasi ide kelembagaan pers mahasiswa tingkat nasional.

Sarasehan Pengelola Pers Mahasiswa Indonesia di Kaliurang – Yogyakarta tanggal 11 – 13 Oktober 1987 oleh lembaga pers mahasiswa Universitas Nasional.

Pekan Orientasi Jurnalistik Mahasiswa Nasional II di Jakarta, tanggal 17 – 27 Oktober 1988 oleh lembaga pers mahasiswa Universitas Nasional

Sarasehan Pers Mahasiswa Nasional di Bandar Lampung tanggal 26 – 27 Maret 1987 diselenggarakan oleh SKM Teknokra Universitas Lampung.

Orientasi Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa di Jakarta tanggal 21 – 28 Mei 1988 oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Sarasehan Aktivis Pers Mahasiswa IAIN se-Indonesia di Yogyakarta tanggal 11 – 12 April 1988 oleh IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Puwokerto Informal Meeting di Purwokerto, tanggal 6 – 7 Agustus 1988 oleh SKM Sketsa Universitas Jenderal Soedirman.

Pertemuan dengan pimpinan IPMI pusat di Jakarta, 10 Agustus 1988 oleh tim kerja persiapan kongres.

Latihan Ketrampilan Pers Mahasiswa tingkat Pembina se-Indonesia di Yogyakarta, tanggal 28 Agustus – 1 September 1988.

Panel diskusi Sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Purwokerto, 19 – 22 September 1988 di Universitas Jenderal Soedirman (disebut : Pra kongres IPMI VI). Hasil penting dari sarasehan ini berupa DEKLARASI BATU RADEN, yang diantaranya ditandatangani oleh 18 wakil aktivis pers mahasiswa kota yang hadir. Deklarasi berbunyi : ” Sadar bahwa demokrasi, keadilan dan kebenaran yang hakiki merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang harus selalu diupayakan secara berkesinambungan oleh seluruh komponennya yang bertanggungjawab dan sebagai salah satu komponennya bertanggungjawab dan memperjuangkan cita-cita tersebut secara kritis, konstruktif dan independen. Dengan didorong semangat kebersamaan, dann disorong oleh keinginan luhur untuk melestarikan dan mengembangkan pers mahasiswa di Indonesia, maka seluruh aktivis pers mahasiswa menyatakan perlu dihidupkannya kembali wadah nasioal yang bernama Ikatan Pers Mahasiswa Idonesia (IPMI)”.

Juga disepakati untuk menyelenggarakan Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung tanggal 15 – 18 Februari 1989.

Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung, 15 – 18 Rebruari 1989. Kegiatan ini gagal karena:

Pertama, legalitas pelaksanaan Kongres tidak turun.

Kedua, kondisi daerah Bandar Lampung muncul peristiwa GPK Warsidi. Ketiga, terdapat perbedaan persepsi tentang persma di kalangan aktivis persm

Traianing Pers Mahasiswa se-Indonesia di Kaliuranng, 6 – 10 Januari 1990 oleh Majalah Himmah Universitas Islam Indonesia Yogykarta.

Balairung kembali mengadakan Pendidikan dan Latihan Jurnnalistik Tinngkat Lanjut di UGM, 24 – 29 September 1990.

Selama tahun 1990, juga dilaksanakan Temu Aktivis Persma di Pabelan – UMS dan Universitas Jember.

Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Pembina dan Temu Aktivis Penerbitan Mahasiswa,

tanggal 3 – 9 Februari 1991 oleh Balairung UGM. Kegiatan ini menghasilkann keputusan :

Menerima tanpa catatan semua hasil rumusan komisi I dan II Temu Aktivis Persma Se- Indonesia.

Pembentukan Panitia Ad Hoc yang bertugas mempersiapkan forum pertemuan berikutnya sebagai tindak lanjut butir I Panitia Ad Hoc secara otomatis menjadi Steering Comitee (SC).

Panitia Ad Hoc (SC) Pra-Kongres Terdiri atas : Koordinator: Tri Suparyanto, Pendapa – Tamansiswa Sarjanawiyata (Delegasi DIY) Wakil: Okky Satrio, Komentar – Univ. Mustopo (Delegasi DKI Jakarta) Anggota: Zainul Aryadi, Kreatif – IKIP Medan (Delegasi DI Aceh, Sumut, Riau, Sumbar), Ariansyah, Teknokra Univ. Lampung ( Delegasi Lampung, Jambi, Sumsel, dan Bengkulu), Tugas Supriyanto, Isola Pos IKIP Bandung (Delegasi Jawa Barat), Adi Nugroho, Manunggal Univ. Diponegoro (Delegasi Jawa Tengah), Heyder Affan Akkaf – Mimbar Univ. Brawijaya (Delegasi Jawa Timur), I Gusti Putu Artha, Akademika – Univ. Udayana Bali (Delegasi Bali, NTB, NTT, dan Timor-Timur), Mulawarman, Identitas – Univ. Hasanudin (Delegasi Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulut) Alimun Hakim,Kinday – Univ. Lambung Mangkurat (Delegasi Kalteng, Kaltim), RH. Siahainena, Unpati Univ. Patimura (Delegasi Maluku dan Irian Jaya).

Hasil rapat terbatas SC/Panitia Ad Hoc menetapkan IKIP Bandung Penyelenggara Pra Kongres, dan sebagai alternatif kedua Universitas Udayanna – Denpasar Bali.

Rapat Konsolidasi terbatas Steering Comitee di IKIP Bandung tanggal 22 Maret 1991. Hasil, Pra Kongres Persma se Indonnesia diselenggarakan di IKIP Bandung

Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia di IKIP Bandung, 8 – 10 Juli 1991, dibatalkan setelah peserta tibadi Bandung, pembatalan dilakukan oleh Dirjen Dikti. Tetapi pertemuan sempat berjalan dan menghasilkan beberapa keputusan yang sampai ditingkat komisi:

Komisi I : menghasilkan rancangan Anggaran Dasar dan Anggarann Rumah Tangga Perhimpunan Penerbit Pers mahasiswa Indonesia.

Komisi II : Membahas tentang Program Kerja.

Komisi III : Memutuskan tanggapan terhadap Surat Dirmawa nomor: 574/D5.5/U/1991.

Latihan Ketrampilan Penerbitan kampus Mahasiswa Tingkat Pembina Se- Indonesia tahun 1991 di Bandar Lampung, Univ. lampung, 19 – 23 November 1991. Hasil yang penting: Mendesak SC yang terbentuk di Wanagama untuk melaksanakan pertemuann bagi terbentuknya wadah penerbitann kampus mahasiswa sesegera mungkin. Jika tuntutan tidak dipenuhi maka, Pertama, SC harus mempertanggungjawabkan tugas yang telah dimandatkan kepada seluruh aktivis penerbitan kampus se- Indonesia. Kedua, SC harus menyerahkan mandat yang ada kepada aktivis penerbitan kampus se- Indonesia.

Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia di Universitas Gajayana Malang tanggal 20 Desember 1991. Hasilnya di antaranya, rancangan program kerja PPMI. Selama 10 bulan SC terus mengadakan konsolidasi dan sosialisasi serta usaha-usaha pertemuan tingkat nasional. Muncul kemudian beberapa forum komunikasi, di antaranya PPMY (perhimpunan Penerbit Mahasiswa Yogyakarta), FKPMM (Forum Komunikasi Penerbit Mahasiswa Malang), dan Ujung Pandang juga terbentuk.

Setelah melewati proses panjang dan lewat negosiasi dann perjalanan keliling Jawa oleh pegiat persma Malang, akhirnya dapat diselenggarakan Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia di Malang. Sehari sebelumnya, 14 Oktober 1992 diselenggarakan Pertemuan Steering Comitee di Malang. Hasilnya :

Menyepakati dan menyetujui dibentuk wadah tingkat nasional bernama PPMI.

Kongres I akan diselenggarakan di kota-kota dengan alternatif Palu, Semarang, Yogyakarta Mataram, Denpasar, Banjarmasin.

Hasil-hasil Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia segera dilaporkan secepat mungkin untuk kelancaran Kongres.

Panitia Lokakarya, SC Nasional, dan Panitia Kongres segera mengadakan konsolidasi dan mengkoordinasi lembaga penerbitan mahasiswa serta pihak-pihak terkait untuk melaksanakan Kongres I.

Hasil-hasil Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia:

1. Menyepakati terbentuknya wadah tingkat nasional yang bernama “Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia” yang disingkat PPMI tanggal 15 Oktber 1992 Pukul 16.29 WIB yang disahkan pada sidang pleno 17 Oktober 1992.

Menerima hasil rumusan Sidang Komisi I LPMI (Lokakarya Penerbit Mahasiswa Indonesia yang membahas AD/ART PPMI.

Menerima hasil rumusan Sidang Komisi II LPMI yang membahas Program Kerja PPMI.

Menerima hasil sidang komisi III yang membahas Kurikulum Pendidikan dan latihan (Diklat)Jurnalistik Mahasiswa.

Menerima hasil-hasil sidang komisi IV membahas tempat pertemuan lanjutan PPMI. Kota yang dijadikan tempat penyelenggaraan pertemuan dean berdasarkan prioritas adalah :

Denpasar – Bali

Semarang – Jawa Tengah

Banjarmasin – Kalimantan Selatan

Yogyakarta – DIY

Palu – Sulawesi Tengah

Jakarta DKI Jakarta

Dili – Tomor-Timur

Kongres I yang sekiranya akan diselenggarakan pada bulan April – Mei 1993, maka untuk mempersiapkan Kongres tersebut dibentuk Panitia Ad Hoc yang bertindak sebagai SC Kongres I, yakni:

Koordinator : Tri Suparyanto/Pendapa – Univ. Sarjanawiyata Tamanansiswa

(Delegasi Daerah Istimewa Yogyakarta),

Anggota :

Tugas Suparyanto/Isola Pos – IKIP Bandung (Delegasi Jabar)

Arief Adi Kuswardono/Manunggal – Undip (Delegasi Jateng) —- TEMPO

Wignyo Adiyoso/Ketawang Gede – UNIBRAW (Delegasi Jatim) —- BAPPENAS

Okky satrio/Komentas – Univ. Mustopo (Delegasi Jakarta),

Aldrin Jaya Hirpathano/Teknokra -UNILA (Delegasi Sumbagsel),

I Wayan Ananta Widjaya/Akademika – UNUD (Delegasi Bali, NTT,NTB, TIMTIM), BALI POST

M. Ridha Saleh/Format – Univ. Tadulako (Delegasi Sulawesi),

Alimun Hakim/Kinday – Univ. Lambung Mangkurat (delegasi kalimantan),

Yon Soukotta/Unpati Univ. Patimuraa (Delegasi Maluku dan Irian Jaya).

Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan Kongres I untuk menentukan derap langkah Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia.

II. Menuju Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia

Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se- Indonesia di Malang telah menorehkan pena emas bagi perjalanan ke depan aktivitas pers mahasiswa di Indonesia. Terutama telah disepakatinya sebuah organ baru – wadah pers mahasiswa Indonesia yaitu Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI). Sebuah wadah alternatif dan bukan satu-satunya wadah pers mahasiswa di Indonesia, diharapkan mampu mengakomodir dan menyikapi setiap persoalan dan perkembangan yang menyangkut kehidupan pers mahasiswa dann masyarakat pada umumnya. Sebuah sandaran bagi pemupukan arah gerakan pers mahasiswa yang juga diharapkan mampu merespon fenomena sosial politik yang berkembang serta menegaskan sikap sebagai bagian dari elemen gerakan mahasiswa pada umumnya. Beberapa pandangan dan harapan ditumpukan pada organisasi ini untuk memperteguh visi dan misi gerakan pers mahasiswa di Indonesia.

Perkembangan yang terjadi di era 80-an hingga 90-an, ditandai dengan maraknya kemunculan penerbitan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Hal ini seiring dengan laju perkembangan sosial kontemporer pada dimensi masyarakat di Indonesia. Namun di antara kemajuan tersebut ternyata di sisi-sisi lain nampak terdapat kehidupan yang memprihatinkan. Banyak kesenjangan yang terjadi di tubuh masyarakat. Pengaruh strukturalisasi yang represif orde baru dengan ideologi pembangunannya diberbagai bidang telah menciptakan sebagian besar masyarakat yang tidak perduli terhadap perkembangan sosialnya. Sementara itu penguasa orde baru dengan kekuatan militeristiknya semakin kokoh melakukan konsolidasi kekuasaanya. Mahasiswa sebagai salah satu tumpuan harapan bangsa yang terdidik dalam nuansa inteletual kampus dan mempunyai potensi kritis dan diharapkan mampu berpikir obyektif intelektual hendaklah peka dalam merespon segala ketimpangan-ketimpangan yang terjadi pada masyarakat, serta menyikapi berbagai kebijakkan negara yang telah membuat berbagai kesenjangann yang terjadi. Tatanan demokratis harus ditegakkan dan diupayakan melalui transformasi sosial yang sinergis dengan wacana demokratisasi berkehidupan.

Dalam tujuan pendirian PPMI, dua tekanan yang hendak dicapai adalah :

Pertama, Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seperti yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945.

Kedua, Membina daya upaya perhimpunan untuk turut mengarahkan pandangan umum di kalangan mahasiswa dengan berorientasi kemasyarakatan, dan bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pers Mahasiswa bukanlah sama dengan pers umum yang mencover berita-berita yang bersifat informatif saja, namun pers mahasiswa diharapkan mampu mengkaji permasalahan sosial yang diberitakan dengan analisis keilmuan dan kemasyarakatan secara kritis akademis serta obyektif. Pers Mahasiswa harus berani memberitakan fakta yang benar dan jujur kepada masyarakat dengan tidak meninggalkan kandungan nilai-nilai humanitas yang harus tetap dipegangnya. Beberapa pandangan dari para perintis PPMI menginginkan bahwa PPMI diharapkan mampu mendorong tercapainya pers mahasiswa yang simultan dengann fungsi mahasiswa (sebagai intelektual yang kritis, obyektif, terbuka dan etis. Kemudian untuk mensosialisasikan format gerakan dalam perhimpunan ini, PPMI dalam kinerjanya hendaknya terus menerus melakukan konsolidasi ke tiap-tiap penerbitan pers mahasiswa diberbagai daerah. Hal ini tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang panjang dan merupakan tantangan yang tidak ringan untuk diselesaikan PPMI dalam waktu singkat dan membutuhkan partisipasi dari pegiat PPMI dalam mengupayakannya. 

KONGRES PERHIMPUNAN PENERBIT MAHASISWA INDONESIA (PPMI) I

Tak pelak sudah, fase-fase yang berliku telah dilalui, konsolidasi, sosialisasi, perdebatan dan perumusan berbagai format kelembagaan pers mahasiswa akhirnya telah sampai pada titik kulminasi – pertemuan aktisvis pers mahasiswa pers mahasiswa akhirnya telah berhasil membuahkan suatu tekat untuk berjuang bersama dalam satu integralitas gerakan yang membuahkan deklarasi Kaliurang dan terbentuknya kepengurusan Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia pada kongres I PPMI – September 1993. Rommy Fibri dari Universitas Gajah Mada akhirnya terpilih menjadi Sekretaris Jenderal PPMII (yang pertama) untuk mengemban amanat sosialisasi organisasi lebih lanjut. Sebuah perjalanan ke depan yang tentunya akan menghadapi sekian persoalan yang tidak ringan untuk diselesaikan. Fenomena politik yang tidak menentu, banyaknya pembrdelan terhadap pers Indonesia, tak terkecuali pers mahasiswa, menjadi agenda yang senantiasa harus direspon PPMI untuk melakukan advokasinya. Selain itu PPMI sebagai wadah alternatif pers mahasiswa diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap pertumbuhan beberapa pers kampus mahasiswa di berbagai wilayah yang belum tersentuh sosialisasi PPMI.

Tercatat beberapa nama presidium/ Mediator PPMI yang diberikan amanah untuk mengemban tugas menorehkan sejarah dan melakukan sosialisasi PPMi ke berbagai wilayah di antaranya :

 Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)

Periode I 1993 – 1995

Sekretaris Jenderal : Romy Fibri ( Dentisia – FKG UGM)

Mediator DKI Jakarta : E.S – Tyas A.Zain

Mediator Jawa Barat : Andreas ” Item ” Ambar

Presidium Jawa Tengah : Hasan Aoni Aziz (SKM Amanat IAIN Wali Songo Semarang)

Mediator Kalimantan Barat : Nur Iskandar (Mimbar Untan – Universitas Tanjung Pura)

Presidium Jawa Timur : Asep Wahyu SP (UAPKM – MM. Ketawang Gede – UAPKM UNIBRAW Malang)

Presidium Wilayah Bali : I Gede Budana (PKM AKADEMIKA UNUD Bali)

Mediator Sulawesi, Maluku

dan Indonesia Timur : M. Hasyim

Presidium Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)

Periode II 1995 – 1997

Sekretaris Jenderal : Dwidjo Utomo Maksum (UKPKM-Tegalboto Universitas Jember)

Presidium Lampung : Mohammad Ridwan

Presidium Jawa Timur : Ahmad Amrullah (LPM – Ecpose FE -UNEJ)

Presidium Bali : I Made Sarjana (PKM Akademika UNUD)

Presidium Sulawesi Selatan : Arqam Azikin – Universitas Hassanudin

Presidium Sulawesi Tengah : Mohammad Iqbal (Universitas Tadulako)

Presid. Sulawesi Tenggara : Muhrim Bay

Presidium Yogyakarta : Anton Yuliandri ( Himmah UII) —–

Mediator Jawa Tengah :Nana Rukmana (UniversitasJenderal Soedirman – Purwokerto)

Mediator Jawa Barat : Dewan Kota Bandung

Mediator Kalimantan Barat : Syafarudin Usman

Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)

Periode III 1997 – 1998

Sekretaris Jenderal : Eka SatiaLaksmana (Tabloid Jumpa – UPM Universitas Pasundan- Bandung)

Mediator Jawa Timur : Dwi Muntaha (UKMP – Civitas UNMER – Malang)

Mediator Yogyakarta : Ade (GEMA Intan )

Presidium Sumatra Selatan : Komariah (IAIN Raden Patah – Palembang)

Presidium Sulawesi Selatan : Suparno (Catatan Kaki – Univ. Hasanuddin Ujungpandang)

Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)

Periode IV 1998 – 2000

Sekretaris Jenderal : Edie Soetopo ( Ekspresi – BPKM IKIP Yogyakarta)

Presidium Jawa Timur : M. Abdul Kholik (Arrisalah – IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Presidium Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia(PPMI)

Periode V

Koordinator : Saiful Muslim ( KKM Media Universitas Mataram)

PresiNas Jatim : Agus Susantoro (UKPKM – Tegalboto Universitas Jember)

PresNas JaTeng + DIY : Noer Mustari (Pabelan Pos – Univ. Muhammadiyah Solo)

PresNas Jawa Barat + DKI : Agutine Melanie ( UPM Isola Pos – UPI Bandung)

PresNas Palembang +sekitarnya : Adi Helmy Nando

PresNas Aceh : Darmadi ( IAIN Araniri Aceh )

Presnas Mataran +Bali : Saiful Muslim (KKMmedia Universitas Mataram)

Staff Nasional PPMI : Iwan Kurniawan ( LPM Wahana Care taker PPMY), Indra Ramos (LPM HIMMAH,Supatno (Pabelan Pos), M.Jaelani (LPM HIMMAH UII).

Belajar dari sejarah, belajar dari masa lalu merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat untuk merumuskan sesuatu yang baru. Tiap jaman mempunyai realitas yang berbeda. Untuk itu, kita harus selalu mencoba untuk melakukan evaluasi dari segala sesuatu yang pernah terjadi buat pers Mahasiswa masa lalu dan mencoba melontarkan beberapa gagasan sehingga akhirnya pers mahasiswa Indonesia kini dan akan datang dapat merumuskan sesuatu yang baru berdasarkan realitas yang bekembang dan hidup dengan maksud menatap suatu masa depan.

Harapan terhadap PPMI yakni Pers Mahasiswa kini harus hidup di dunia BERPIKIR kita sebagai aktivis pers mahasiswa indonesia sesuai dsengan potensi intelektual masing-masing. Dunia berpikir dan dunia intelektual bukanlah bentuk menara gading, asalkan selalu kondusif dengan situasi masyarakat dan setia pada penderitaan rakyat, negara dan semesta manusia. Semoga Kita tidak bosan untuk selalu mencoba mengasah PPMI dengan pemikiran melalui pendekatan-pendekatan kritis dan futuristik. Dan bila kita memiliki ilmu dan teknologi, maka kitalah yang memiliki masa.

Dan, senantiasa Pers mahasiswa mampu memfungsikan secara arif konsepsi “Critism of what exist” yang memang terlanjur akrab dalam lingkungan intelektual kita. Semoga Pers Mahasiswa indonesia menjadi wahana polaritas, dimana kesatuan ataupun keanekaragaman dianggap sebagai kutub-kutub dari esensi yang sama, yang harus ada secara bersama.